Langsung ke konten utama
SURAT PERMOHONAN DAN SURAT GUGATAN

Pada zaman era modern saat ini, tidak heran apabila masyarakat selalu dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju, baik dari segi teknologi, gaya hidup dan tuntutan hidup lainnya. Tanpa disadari dengan banyaknya perubahan dinamika sosial, tidak heran apabila sering dihadapkan dengan masalah hukum yang menghantui masyarakat dari tingkat -tingkat golongan baik kelas bawah, menengah dan atas. Hal ini terlebih ketika hidup bermasyarakat sering pula terjadi gesekan antar masyarakat baik person maupun kelompok. Ketika telah terjadi adanya masalah hukum dengan pihak lain, sebaiknya segera di selesaikan dengan cara kekeluargaan, bahkan apabila terjadi kebuntuan maka mau tidak mau, masuk kedalam ranah litigasi(persidangan). terlebih dalam perkara perdata. 
Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban antar individu. Hukum Perdata memiliki sifat "Privat", bentuk-bentuk perkaranya seperti tentang warisan, perceraian, perjanjian / perikatan, bahkan sampai sengketa tanah. Maka dari itu sebelum awal melangkah ketika memasuki jalur litigasi/ persidangan, tentunya harus membuat gugatan sebagai langkah awal menyusun uraian fakta hukum untuk dipersidangan. Namun selain gugatan pada ranah hukum perdata juga terdapat adanya surat permohonan.  
Perbedaan surat gugatan dengan permohonan adalah yakni pada gugatan tentunya adanya konflik atau sengketa yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sehingga dalam hal ini perlu adanya salah satu pihak yang harus diselesaikan melalui putusan hakim di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Seperti contoh kasus perceraian, Sengketa Tanah, Warisan dan mengenai Perjanjian / Perikatan.
Sedangkan Permohonan yakni mengenai perkara yang tidak adanya sengketa atau konflik antar person. Dalam hal ini biasanya yang sering terjadi adalah permohonan mengenai pengangkatan anak angkat, perbaikan akta catatan sipil dan sebagainya. 
Dengan kita memahami 2 uraian pokok sederhana tersebut, maka setidaknya dalam menyelesaikan permasalahan dapat mengetahui langkah awal yang perlu diperhatikan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat Syahnya Perjanjian

SYARAT SYAH SUATU PERJANJIAN. Pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pengertian Perjanjian pada Pasal  1313 adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pembuata perjanjian ini didalam hukum tidak boleh asal membuat saja, karena dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum atau dapat di batalkan. Pada Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menjelaskan syarat syah nya suatu perjanjian yakni  1. Kesepakatan 2. Kecakapan. 3. Suatu Hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Dua syarat pertama, dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjian sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.  Maksut dari kata kesepakatan, yakni adalah kedua belah pihak dalam membuat perjanjian harus saling sepakat, tidak boleh adanya suatu paksaan dalam memb...

Contoh gugatan Cerai Talak

Hal : Cerai Talak                                                                                                                                                                                    XXX, 1 Januari 2018                                                                                               ...
BAGAIMANA CARA MENGATASI APABILA PEKERJA/ BURUH DI PHK  SECARA SEPIHAK OLEH PERUSAHAAN? Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 terdapat point penting yang perlu dijadikan landasan bagi para pekerja ketika diberhentikan secara sepihak oleh Perusahaan agar dapat memahami hak dan kewajibannya yang perlu diperoleh selama bekerja di perusahaan tersebut. Kita perlu mengetahui mengenai jenis pekerja tersebut, melalui PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Ketika dihadapkan melalui pekerja PKWTT maka berdasarkan Pasal 161 Ayat 1 UU No 13 Tahun 2003 yakni  " Dalam hal pekerja atau buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapa melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja atau buruh yang bersangkutan diberi peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut". Kemudian pada Pasal 151 Ayat 1 ...